analisis teknikal sederhana: APLN

per tgl 06 Desember 2017, tren harga saham kija lebe kuat dibandingkan dengan saham apln, asri, n sektor properti dalam taon 2017 ini: 



stochastic @ tren harga saham APLN: jelas JENUH JUAL, saat time2buy, saat mantul naek lage lah
bollinger band: batas bawah BB jelas tlah tersentuh, sehingga daya pembalikan arah emang ada
secara teknikal sederhana, ada ekspektasi tren naek dari Juli 2017 (yang terganggu koreksi teknikal per September 2017) maseh cukup kuat untuk momentum beli... well, 264-310 bukan area buruk... secara fundamental, isu reklamasi n isu perlambatan penjualan properti selama 3 taon terakhir, akan ditundukkan oleh isu penurunan suku bunga 7 day repo reverse rate oleh BI, n dilanjutkan oleh pebankan untuk menurunkan lage suku bunga kredit properti, termasuk untuk industri properti... liat aza :)

🌳

Prospek Membaik Tapi Belum Melejit
Industri properti kembali mendapat asupan sentimen positif. Yang terbaru adalah kebijakan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate 25 basis point (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 22 September 2017. Dus, suku bunga acuan BI kini ada di level 4,25%.
Ini artinya, dalam dua RDG berturut-turut, bank sentral sudah menggunting suku bunga acuannya sebanyak 50 bps. Pada 22 Agustus lalu, bunga acuan bank sentral juga diturunkan 25 bps.
Bank Indonesia menyebut penurunan bunga acuan ini sejalan dengan realisasi inflasi 2017 yang rendah serta perkiraan inflasi 2018 dan 2019 yang berada di titik tengah kisaran sasaran. Tahun ini, BI berasumsi inflasi bisa dijaga di 4% (plus minus 1%).
Tahun depan, asumsinya laju inflasi bisa di bawah 3,5% (plus minus 1%). Asumsi itu bisa dicapai asal Pemerintah tidak mengutak-atik administrated price yang membuat inflasi bakal berlari kencang.
Di sisi lain, penjualan properti tahun ini mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Meskipun, kenaikannya belum terlalu signifikan. Data BI menunjukkan, volume penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal I tumbuh 4,16% (quartal-to-quartal/qtq).
Kuartal berikutnya, masih terjadi pertumbuhan meski cuma 3,61% (qtq). Tren penjualan yang cenderung mendatar ini sudah berlangsung sejak kuartal II-2016.
Meski begitu, kondisi saat ini bisa dikatakan lebih baik. Sebab, titik nadir penjualan properti di pasar primer pernah terjadi di kuartal I 2016 ketika pertumbuhannya cuma 1,51% (qtq).
Angka itu terlihat sangat mini jika melihat angka pertumbuhan 40,07% (qtq) di kuartal IV 2014. (Lihat infografis: Pertumbuhan Penjualan Rumah di Pasar Primer)
Filianingsih Hendarta, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI bilang, sektor properti tahun ini memang masih menghadapi tantangan. Daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.
Ini  diperkuat pula dengan perilaku wait and see masyarakat atas kondisi perekonomian ke depan. “Siklus properti hingga semester 1 2017 masih dalam tahapan yang melambat. Hal ini sejalan dengan riset BI yang menunjukkan bahwa siklus properti di Indonesia adalah sekitar 8 tahunan,” ujar dia.
Namun, Filianingsih melihat tanda-tanda perbaikan sudah mulai terlihat. Penjualan properti, terutama di pengembang skala besar mulai bertumbuh, rata-rata 30%. Sinyal membaiknya industri properti juga terlihat dari data Kredit Pemilikan Rumah (KPR) teranyar yang diumumkan oleh bank sentral.
Pada Juli 2017, pertumbuhan KPR mencapai 8,59%, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pembiayaan industri perbankan yang 8,20%. Yang menarik, selama dua tahun terakhir, baru kali ini pertumbuhan KPR bisa melampaui rata-rata pertumbuhan kredit di perbankan.
Kabar baiknya, Filianingsih menambahkan, tren positif pertumbuhan KPR juga berlanjut hingga bulan Agustus 2017. Pada bulan tersebut, nilai penyaluran KPR tumbuh 9,66% berbanding 8,26% pada periode yang sama tahun lalu.
Angka pertumbuhan yang menyenangkan itu terjadi di hampir semua segmen residensial, baik rumah tapak maupun hunian jangkung. “Diperkirakan semester II 2017 akan dapat menjadi titik balik membaiknya pertumbuhan sektor properti yang tecermin dari pertumbuhan KPR di Juli dan Agustus 2017,” kata Filianingsih.
Pencapaian tersebut tidak lepas dari relaksasi rasio Loan To Value (LTV) yang dikeluarkan BI pada kuartal III 2016. Sekadar menyegarkan ingatan saja, sejak 29 Agustus 2016 BI memangkas aturan LTV KPR.
Semula, pembeli properti mesti menyediakan uang muka 20%, diturunkan menjadi cukup 15% saja. Selain itu, fasilitas KPR secara inden juga diperkenankan untuk pembelian rumah kedua dan ketiga.
Nah, di kantong bank sentral, kini tersimpan rencana untuk memberlakukan kebijakan LTV yang baru. Jika target Gubernur BI Agus Martowardjojo tidak meleset, regulasi anyar itu akan diterbitkan tahun ini juga.
Bentuknya, LTV spasial yang akan membuat uang muka yang dibayarkan konsumen di setiap daerah berbeda-beda.
Tidak berdampak
Cuma, rupanya perbankan tidak sejalan dengan pendapat BI. Felicia Mathelda Simon menyebut, relaksasi LTV yang dilakukan BI tahun lalu belum berdampak signifikan terhadap pertumbuhan KPR.
Executive Vice President (EVP) Consumer Credit Business Bank BCA  itu menilai, faktor ekonomi yang belum kondusif masih menjadi faktor penghambat pertumbuhan industri properti.
Betul, hingga semester I-2017 pertumbuhan KPR BCA di atas rata-rata industri. Secara umum, pertumbuhan KPR di semester I 2017 masih di bawah 9% (year-on-year/yoy). Sementara dalam periode yang sama, Bank BCA bisa menorehkan pertumbuhan 21,9% (yoy).
Cuma, “Pencapaian ini tidak lepas dari promosi selama Februari–April 2017 dalam rangka ulang tahun BCA ke 60,” kata Felicia.
Hingga 28 April lalu, Bank BCA memang memberikan promosi menarik untuk pengajuan KPR. Nasabah bisa mengikuti program dengan  suku bunga 6,0% efektif per tahun, yang tidak berubah selama dua tahun pertama.
Kondisi serupa juga terjadi di  Bank OCBC NISP. Veronika Susanti, Customer Solution Retail Loan Division Head Bank OCBC NISP mengakui, uang muka yang lebih rendah memang membantu masyarakat yang ingin membeli rumah.
Cuma persoalannya, harga rumah sudah terlalu mahal. Ini membuat pasar KPR yang didominasi konsumen pengguna akhir (end user) tetap tidak siap membayar uang muka rumah sebesar 15% dalam waktu singkat, 3–6 bulan.
Tidak aneh jika di lapangan pengembang memberikan masa cicilan uang muka yang panjang, antara 12 hingga 36 bulan, tergantung progres pembangunan propertinya. “Dampaknya, penjualan propertinya tahun 2017, baru akan realisasi KPR tahun 2018. Begitu seterusnya,” terang Veronika.
Terlepas dari itu, perbankan cukup optimistis pemangkasan suku bunga acuan bakal berdampak positif ke properti. Wujudnya, tentu lewat penurunan suku bunga kredit, termasuk KPR.
Pun Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi PT Intiland Development Tbk meyakini hal yang sama. Ia bilang, alasan masyarakat untuk membeli rumah kini makin bertambah, terutama melalui skema kredit.
Persoalannya, jeda waktu antara penurunan suku bunga acuan bank sentral dengan bunga pinjaman perbankan masih terlalu lama. Bahkan, seringkali butuh waktu hingga berbilang bulan sebelum bank ikut memangkas rate. Toh, efek pemangkasan BI 7-Day Rate Repo pada 22 Agustus lalu saja belum terasa dampaknya ke bunga kredit bank.
Dari kacamata lain, turunnya BI 7-Day Rate Repo lebih cepat diadaptasi oleh bank di sisi bunga simpanan. Tengok saja, empat bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sudah sepakat menggunting bunga deposito.
Kesepakatan itu terkait pengaturan bunga spesial (special rate) yang diberikan kepada deposan kelas kakap. Bunga spesial di bank-bank negara yang tadinya rata-rata 6,75% dipatok paling mentok 6,35%.
Nah, kata Archied, tren penurunan bunga simpanan bisa mendorong pemilik dana menengok instrumen lain. “Mereka (pemilik dana) punya pilihan karena tabungannya imbalnya lebih rendah dan biasanya investasi di aset jadi lebih menarik. Seperti di properti misalnya,” pungkasnya.
Namun, tentunya minat berinvestasi properti tidak akan muncul di semua proyek. Konsumen kini lebih selektif, hati-hati, dan rasional dalam memilih produk properti. Sehingga, hanya produk yang bagus dengan harga yang rasional pula yang bisa menarik minat pembeli.
Lagipula, Adrianto Pitoyo Adhi, Dirut PT Summarecon Agung Tbk menyebut, permintaan properti oleh investor memang masih rendah. “Investor masih enggan membeli. Mungkin saat ini investor juga masih pegang barang yang mungkin belum mau dilepas karena harga belum baik,” ujarnya.
Kinerja membaik
Terlepas dari persoalan minat  investor yang masih rendah, prospek sektor properti diyakini akan semakin cerah. Toh, di Summarecon, penjualan masih didominasi oleh produk properti dengan harga di bawah Rp 2 miliar. Ini merupakan produk bidikan konsumen pengguna akhir kelas menengah, bukan market investor.
Sampai dengan Agustus 2017 nilai pra penjualan perusahaan itu sudah mencapai Rp 1,8 triliun dari target full year Rp 3,5 triliun. “Dengan kondisi hasil penjualan yang disampaikan di atas kami sangat yakin (properti) akan segera pulih,” kata Adrianto.
Pengembang lain, PT Intiland Development Tbk juga menunjukkan kinerja yang kinclong. Per Juni 2017, marketing sales perseroan sebesar Rp 1,1 triliun dari target Rp 2,3 triliun hingga penghujung 2017.
Nah, pada 22 Agustus lalu, Intiland merilis 57 Promenade, yang merupakan kawasan terintegrasi seluas 3,2 hektare (ha) di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Awalnya, kata Archied, dari 57 Promenade, Intiland cuma mematok target pra penjualan Rp 520 miliar.
Kenyataannya, lanjut Archied, nilai marketing sales-nya malah mencapai Rp 1,6 triliun. Dus, belum juga tahun 2017 berakhir, target pra penjualan DILD sudah mencapai Rp 2,7 triliun atawa melampaui target senilai Rp 2,3 triliun.
Dus, para pengembang sepakat, sejauh ini tanda-tanda perbaikan di sektor properti sudah mulai terlihat. Namun bukan berarti masa keemasan sektor ini bakal segera menjelang.
“Saya perkirakan akan ada pertumbuhan yang lebih baik tahun depan. Tapi belum booming karena masih dalam tahap awal recovery,” kata Direktur Ciputra Group, Harun Hajadi.
Sementara itu, Anton Sitorus punya pandangan lain. Ia menilai, sektor properti masih kesulitan merangkak naik. Alasannya, properti tidak lagi menghasilkan capital gain yang semenarik instrumen lain, misalnya di pasar keuangan.
Bahkan, di daerah-daerah yang populer seperti Serpong di Tangerang, Cibubur dan kawasan Sudirman di Jakarta, prospek capital gain hampir tidak ada. “Orang beli properti seharga Rp 2 miliar–Rp 3 miliar, belum kebayang harganya 1–2 tahun ke depan seperti apa,” ujar Head of Research and Consultancy PT Savills Consultants Indonesia itu.
Penyebabnya, permintaan masih terbatas. Di sisi lain harga properti saat ini sudah kelewat tinggi. Ini didorong oleh aksi spekulasi tidak hanya di sisi pembeli. Pengembang ditengarai tidak menerapkan strategi harga yang lebih rasional. Hal ini juga berlaku di semua kelas properti.
Dus, jika cara ini tidak diubah, sulit berharap sektor properti bisa bangkit lebih cepat. “Developer memberikan positioning harga tidak hanya berdasar supply dan demand tapi juga spekulasi. Ini membuat dalam beberapa tahun terakhir harga properti naiknya signifikan,” tandas Anton.
Jadi, jualannya jangan kemahalan lagi dong!
Ini Bukan Semata Soal Suku Bunga
Jika properti residensial mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, lain halnya dengan kondisi di properti komersial. Secara umum, pasar properti di segmen ini nampaknya masih tiarap dan membutuhkan waktu lebih lama untuk bangkit.
Maklum, perkembangan properti komersial tidak hanya terkait urusan suku bunga dan pertimbangan kondisi politik. Faktor kondisi ekonomi nasional ikut berpengaruh terhadap maju atau mundurnya bisnis di segmen ini.
Sebagai gambaran, kondisi properti komersial yang belum stabil bisa dilihat dari riset yang digelar oleh Bank Indonesia (BI) dan perusahaan konsultan properti. Data bank sentral misalnya menunjukkan, perlambatan di properti komersial terjadi mulai dari sisi harga, pasokan, dan permintaan.
Lihat saja, indeks harga properti komersial pada triwulan II 2017 cuma tumbuh 0,03% (quartal-to-quartal/qtq). Padahal triwulan I 2017 pertumbuhannya masih bisa mencapai 3,04%.
Di sisi pasokan dan permintaan, kondisinya pun segendang sepenarian. Indeks pasokan properti komersial cuma tumbuh 0,10% (qtq) berbanding 0,59% (qtq) di triwulan sebelumnya. Sementara permintaan hanya bisa meningkat 0,23% (qtq), berbanding triwulan sebelumnya yang 0,40% (qtq).
Relasi properti komersial dengan kondisi perekonomian yang paling erat bisa dilihat dari pasar ruang perkantoran di kawasan ibukota. Jakarta bisa menjadi tolak ukur lantaran kota ini menjadi pusat industri keuangan dan bisnis di tanah air.
Pangsa pasarnya menyasar korporasi yang memiliki perhitungan bisnis relatif lebih ketat. Misalnya, dibanding pasar properti residensial yang kebanyakan menyasar konsumen perorangan.
Ditambah lagi, pasokan ruang perkantoran saat ini boleh dibilang membludak. Ketika booming properti hingga 2013–2014 silam, para pengembang berbondong-bondong membangun gedung perkantoran.
Namun kondisi berubah seiring ekonomi Indonesia yang melemah didorong turunnya harga komoditas. “Sekarang suplai yang mau masuk ke pasar dibayang-bayangi penyerapan yang sulit,” kata Anton Sitorus, Head of Research and Consultancy PT Savills Consultants Indonesia.
Gambarannya bisa dilongok dari riset Colliers International Indonesia. Hingga kuartal II 2017, tingkat okupansi ruang kantor di kawasan Central Business District (CBD) Sudirman, Jakarta ada di kisaran 83,9%.
Di sisi lain, jika penyelesaian proyeknya sesuai rencana, akan ada tambahan pasokan ruang sebanyak 512.537 meter persegi (m²).
Alhasil, tingkat okupansi ruang kantor di CBD akan merosot ke bawah 80% hingga akhir tahun. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga bisa dijumpai untuk pasar ruang perkantoran di luar kawasan CBD Jakarta.
Oh ya, tambahan pasokan di CBD ini berasal dari tujuh gedung perkantoran di kawasan Sudirman, Gatot Subroto, dan Rasuna Said, di antaranya Pacific Century Place Tower, Telkom Landmark Tower II, dan The Tower.
Dus, alih-alih menaikkan tarif sewa, pemilik gedung kini malah berlomba memberikan diskon menarik untuk calon tenant. Sebagai gambaran, tarif sewa gedung perkantoran kelas premium di CBD kini minimal Rp 350.000 m²/bulan.
Beberapa pengelola gedung baru mencoba menarik penyewa dengan menawarkan harga di bawah itu. Terlebih, buat calon penyewa yang membutuhkan ruang dalam ukuran besar.
Makanya kini marak terjadi, penyewa memanfaatkan kondisi tersebut dengan pindah ke gedung baru yang menawarkan tarif sewa yang lebih kompetitif. “Ada gedung baru di CBD tarif sewanya US$ 30 per meter persegi per bulan. Diskonnya bisa 20% dari publish rate,” tutur Anton.
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch juga melihat fenomena sama. Pasar sewa ruang kantor di kawasan CBD mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Akibatnya, tarif sewa mengalami koreksi kurang dari 5%. “Ruang kantor yang disewakan banyak tapi ternyata penyewanya belum banyak,” ujar Ali.
Nasib baiknya, industri berbasis teknologi informasi seperti e-commerce kini mulai berkembang. Semua perusahaan e-commerce memilih Jakarta sebagai kantor pusatnya di Indonesia.
Catatan Savills, perusahaan-perusahaan e-commerce menempati ruang perkantoran di Jakarta dengan total luas tidak kurang dari 35.385 m². Paling banyak berada di kawasan CBD, yakni sebanyak 22.535 m². Yang paling besar Tokopedia Tower di Kuningan seluas 13.600 m².
Jika dilihat dari tren perkembangan industri teknologi di Indonesia, ada harapan pasar di segmen penyewa ini bakal berkembang. Apalagi, lanjut Anton, suntikan dana besar masih belum berhenti mengucur ke industri teknologi informasi.
Diperkirakan, jumlah perusahan rintisan (start-up) akan bertumbuh 6,5 kali lipat hingga mencapai 13.000 perusahaan pada tahun 2020. Mayoritas perusahaan di industri teknologi bergerak di bidang teknologi informasi, pengembang software, dan e-commerce.
Merujuk kalkulasi ini, pada tahun 2020 kebutuhan industri teknologi terhadap ruang perkantoran mencapai satu juta m2.
Ruko mulai dilirik
Segmen komersial yang mulai menunjukkan geliat adalah properti ruko. Di beberapa daerah, kata Ali, pengembang mulai berani meluncurkan proyek-proyek baru. “Pasarnya sudah mulai bergairah lagi. Cuma secara umum kenaikannya masih tipis,” tandasnya.
Di sisi pengembang tampak nya juga lebih cermat dalam merilis produk anyar. Untuk proyek ruko anyar misalnya, kebanyakan memilih menyisipkannya ke proyek-proyek lain yang mereka kembangkan, daripada mengembangkan kawasan khusus.
Cara ini ditempuh oleh Ciputra. Direktur Ciputra Group, Harun Hajadi bilang, mereka tidak mencari lahan khusus untuk membangun ruko. Namun hanya membangun jenis properti ini sebagai tambahan di proyek-proyek hunian yang dibangun Ciputra.
Ambil contoh, dari satu kawasan perumahan yang berisi 600 rumah, unit ruko yang ditawarkan paling hanya 50 unit. Pun biasanya kawasan komersial itu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan para penghuni di perumahan.
“Jadi karena itu bersifat pelengkap, biasanya baru kami akan jual jika sudah ada demand di perumahan tersebut. Jadi tidak terbentur masalah over supply di pasar,” jelasnya.
Strategi serupa juga ditempuh PT Summarecon Agung Tbk. Malah, dengan skema semacam ini, Adrianto Pitoyo Adhi mengklaim, proyek anyar yang mereka rilis laris manis bak kacang goreng.
“Ruko tahap 1 Summarecon Bandung 124 unit sold out dalam sehari. Di Summarecon (Emerald) Karawang 85 unit ruko Tahap 1 juga sold out dalam sehari,” ujar Direktur Utama Summarecon Agung itu.
Catatan KONTAN, ruko yang dimaksud Adrianto adalah ruko Magna Commercial, kawasan pertokoan dua hingga empat lantai. Belum lama, di kota yang sama, SMRA juga merilis proyek ruko bertajuk Saphire tahap I sebanyak 76 unit dan langsung terjual semua saat dipasarkan. Padahal harga yang ditawarkan cukup lumayan, mulai dari
Rp 1,4 miliar per unit.
Kalau begitu, pakem yang berlaku tetap lokasi, lokasi, dan lokasi, ya?
🍈
Bisnis.com, JAKARTA- Sejumlah analis memprediksi IHSG masih kokoh di zona hijau, meski tekanan dari beberapa sentimen negatif muncul.
Binaartha Securities memprediksi IHSG kembali bertahan di zona hijau dalam transaksi dagang hari ini.
Analis Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan IHSG ditutup menguat tipis 0.03% di level 5952.076 pada 24 Oktober 2017.
Berdasarkan daily pivot dari Bloomberg, support pertama dan kedua berada pada level 5947.870 dan 5933.663. Sementara itu, resistance pertama dan kedua berada pada level 5967.742 dan 5983.407. Berdasarkan indikator daily, MACD masih terlihat pola golden cross di area positif.
Sementara itu, Stochastic dan RSI masih berada di area netral. Meskipun demikian, terlihat pola bearish pin bar candle yang mengindikasikan adanya potensi koreksi sehat pada pergerakan indeks saham.
"Dengan demikian, IHSG akan berpotensi menuju ke area support pada level 5948 dan 5934," tulisnya dalam riset.
Indosurya Sekuritas memproyeksikan IHSG akan melaju lebih kencang dengan pergerakan di level 5.872 – 5988
Vice President Research Department William Surya Wijaya mengatakan IHSG terlihat masih bergerak wajar dalam rentang konsolidasi yang sehat.
Setelah kembali berhasil mencetak rekor tertinggi yang baru dalam pergerakan intraday, potensi pergerakan masih terlihat cukup besar untuk kembali mengalami kenaikan.
Capital inflow yang konsisten dan signifikan masih terus diharapkan untuk dapat kembali memberikan dorongan kuat untuk kenaikan IHSG dengan laju yang lebih kencang.
"Hari ini IHSG berpotensi menguat," tulisnya dalam riset.
Reliance Securities memprediksi IHSG masih akan bergerak terkonsolidasi tertekan hari ini.
Analis Lanjar Nafi mengatakan IHSG bergerak cenderung terkonsolidasi secara teknikal setelah ditutup penuh tekanan diakhir sesi perdagangan dari 0.3% hingga hanya tersisa 0.03%.
Pola yang pulled back pada level upper bollinger bands terlihat cukup tajam dengan terkonsolidasinya indikator RSI dan Stochastic yang menahan laju percobaan trend positif.
"Sehingga diperkirakan IHSG masih akan bergerak cenderung terkonsolidasi tertekan dengan range pergerakan 5916-5974," tulisnya dalam riset.
Saham-sahamyang masih dapat dicermati diantaranya APLN, ASII, JSMR, LSIP, ERAA
🍔
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga saham sejumlah emiten properti diramalkan memiliki kinerja positif pada pekan ini. Penyebabnya tak lepas dari tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat ini berada di level 4,25 persen.

Sejak BI menurunkan tingkat suku bunganya dua kali berturut-turut dan mempertahankannya di level 4,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terakhir pekan lalu, memang belum seluruh perbankan menurunkan suku bunga kreditnya.

Namun, setidaknya keputusan BI memberikan dorongan bagi seluruh perbankan untuk mengubah kebijakan terkait suku bunga kredit dan nantinya akan berimbas pada permintaan kredit properti. 

"Masyarakat yang ingin mengajukan kredit properti ada potensi bisa lebih rendah, jadi terbuka ruang bagi pasar properti," ungkap Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas, Kevin Juido kepada CNNIndonesia.com, dikutip Senin (23/10).

Dalam hal ini, Kevin memberikan rekomendasi beli (buy) untuk saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Harga saham perusahaan dinilai sudah terlalu murah saat ini. Dengan begitu, ada peluang yang begitu besar bagi saham Summarecon Agung melaju di teritori positif sepanjang pekan.

"Jadi secara teknikal ada pembalikan arah menguat atau bangkit (rebound). Dari pekan lalu harga saham juga sudah di bawah," sambung Kevin.

Bila dilihat, harga saham Summarecon Agung pada pekan lalu memang sudah melaju ke arah yang lebih baik. Secara akumulasi satu pekan lalu, harga saham Sumarecon Agung tercatat naik 2,41 persen ke level Rp1.060 per saham dibandingkan dengan posisi awal pekan lalu di level Rp1.035 per saham.

"Untuk prediksi Summarecon Agung pekan ini untuk support Rp1.000-Rp1.040 per saham, kemudian resistance Rp1.110-Rp1.125 per saham," papar Kevin.

Di samping itu, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama juga menempatkan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dalam posisi buy. Sama halnya dengan Summarecon Agung, harga saham Pakuwon Jati secara teknikal juga sudah terbilang murah.

"Saat ini, harga telah menyentuh garis tengah dan mengindikasikan adanya potensi stimulus beli," terang Nafan.

Nafan menyatakan, pelaku pasar dapat melakukan akumulasi beli pada level Rp610-Rp620 per saham dengan target harga secara bertahap di level Rp640 per saham dan Rp670 per saham.

Sementara itu, pergerakan harga saham Pakuwon Jati sepanjang pekan lalu terpantau melemah 2,36 persen. Namun, khusus perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (20/10), harga saham Pakuwon Jati menguat tipis 0,81 persen ke level Rp620 per saham.

Adapun, rekomendasi buy emiten properti lainnya jatuh pada PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai ada potensi bagi perusahaan untuk memberikan imbal hasil (return) positif pada pelaku pasar karena diprediksi menguat.

Pada akhir pekan lalu, harga saham perusahaan berakhir di level Rp725 per saham atau meningkat 2,11 persen dari perdagangan sebelumnya. Sementara, pergerakan harga saham selama satu pekan terlihat stagnan.

"Area akumulasi beli di level Rp695 per saham sampai Rp725 per saham. Area cut loss bila turun di bawah level Rp680 per saham dan target penguatan ke level Rp755 per saham sampai Rp770 per saham," papar Hans. 

Sementara itu, Kevin juga menyarankan agar pelaku pasar melirik saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) karena harga saham perusahaan berpeluang melanjutkan kekuatannya pada pekan ini.

Menurut Kevin, kenaikan harga saham Adhi Karya disebut sebagai spekulasi karena jika dibandingkan dengan emiten konstruksi lainnya, khususnya PT Waskita Karya Tbk (WSKT), pergerakan harga saham Adhi Karya belum terlalu kencang.

Bila dilihat secara fundamental, jelas Kevin, maka sentimen dari nilai kontrak baru perusahaan tidak mempengaruhi harga saham secara signifikan.

"Jumlah kontrak baru Adhi Karya tidak terlalu besar," imbuh Kevin.

Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Ki Syahgolang memaparkan, perolehan kontrak baru Adhi Karya hingga akhir September 2017 sebesar Rp30 triliun, atau tumbuh tipis dari posisi Agustus 2017 sebesar Rp28,6 triliun. Raihan kontrak baru ini sudah termasuk kontrak baru dari Light Rail Transit (LRT) Jakarta Bogor Depok Bekasi (Jabodebek) Fase I.

Adapun, harga saham Adhi Karya pada akhir pekan lalu melompat 3,85 persen ke level Rp2.160 per saham. Alhasil, harga saham perusahaan meningkat 2,85 persen sepanjang pekan ketiga bulan Oktober.

"Untuk level area bawah Adhi Karya Rp2.020-Rp2.040 per saham, resistance nya Rp2.220-Rp2.240 per saham," terang Kevin.

Saham Properti Terpapar Sentimen Positif Bunga Kredit SusutFoto: CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani


Saham PGN Bentuk Tren Positif

Di sisi lain, sejumlah analis memprediksi saham emiten pelat merah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN masih berada di teritori positif pada pekan ini.

Pergerakan saham PGN telah berbalik arah menguat sejak pertengahan bulan ini atau tepatnya pada Kamis (12/10) lalu. Tak tanggung-tanggung, saham PGN melonjak hingga 12,36 persen ke level Rp1.590 per saham dari sebelumnya Rp1.415 per saham.

Sebelumnya, bila dilihat pada awal bulan Oktober, harga saham PGN berada di level Rp1.560 per saham. Semenjak itu, harga saham perusahaan terus merosot dan sempat menyentuh level Rp1.405 per saham sebelum akhirnya kembali menanjak hingga pekan lalu. 

"Jadi sebenarnya PGN naik untuk pekan depan secara teknikal saja, karena turunnya juga sudah parah," ucap Kevin.

Berdasarkan prediksi Kevin, level terbawah untuk harga saham PGN berkisar antara Rp1.580-Rp1.600 per saham. Sementara, target teratas di level Rp1.780-Rp1.850 per saham. Artinya, jika mencapai target, maka harga saham PGN akan melambung tinggi hingga 10,11 persen.

Di sisi lain, Nafan menyatakan, PGN memiliki beberapa prospek bisnis yang dapat menjadi sentimen positif bagi perusahaan, diantaranya kinerja penyaluran gas bumi yang meningkat sepanjang kuartal III 2017.

"Peningkatan sebesar 17 persen jika dibandingkan dengan kuartal II 2017," jelas Nafan.

Kemudian, perusahaan optimis bisa menembus volume target pada akhir tahun ini, atau lebih dari 1.600 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Namun begitu, terdapat kebijakan pemerintah yang memberikan efek buruk bagi kinerja perusahaan.

"Pemerintah akan menerbitkan aturan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait margin niaga dan internal rate of return (IRR) transportasi gas," papar Nafan.

Menurut Nafan, aturan tersebut berisi tentang keputusan pemerintah mengenai rate of return sebesar 11 persen dan margin usaha niaga umum sebesar tujuh persen. Dengan kata lain, rate of return yang dikantongi perusahaan tak boleh lebih dari yang ditetapkan.

Di sisi lain, analis Oso Sekuritas Riska Afriani melihat pergerakan saham PGN belum dapat dikatakan cukup kuat karena hanya berdasarkan teknikal saja. Sementara itu, secara fundamental belum dikatakan cukup baik.

"Apalagi sebelumnya kan memang volume penjualan PGN juga turun," kata Riska.

Untuk itu, ia tak menempatkan saham BUMN dalam posisi buy untuk pekan depan. Menurutnya, pelaku pasar perlu waspada karena pergerakan harga saham PGN cukup berisiko.

Comments