analisis teknikal sederhana:
stochastic, tren ihsg saat ini (per 30 Oktober 2017) jelas masuk AREA JENUH BELI, artinya membal TURUN bisa terjadi
bollinger band: batas atas 6192 bisa menjadi sasaran jangka panjang @ ihsg; support pertama bila turun k 5477 (sebuah ekspektasi terlalu pesimis)
parabolic sar: daya dukung beli saham @ tren ihsg mase kuat dibandingkan daya dukung jual saham, sebuah ekspektasi teknikal yang mendorong tren kenaekan ihsg
ekspektasi: periode penguatan n koreksi turun seperti periode 2010-2012 lah yang menjadi ekspektasi sederhana tren penguatan @ ihsg, karna saat tren JENUH BELI terjadi, ternyata terjadi juga KOREKSI TURUN, tapi tidak berlebihan (bandingkan dengan periode 1, 2, n 3; periode A lebe bagus, ekspektasi gw periode A yang mungkin terjadi secara fundamental). ihsg 7K tampak, tapi hanya pada TREN KENAEKAN IHSG JANGKA PANJANG aza :)
Sumber: Investor Daily
stochastic, tren ihsg saat ini (per 30 Oktober 2017) jelas masuk AREA JENUH BELI, artinya membal TURUN bisa terjadi
bollinger band: batas atas 6192 bisa menjadi sasaran jangka panjang @ ihsg; support pertama bila turun k 5477 (sebuah ekspektasi terlalu pesimis)
parabolic sar: daya dukung beli saham @ tren ihsg mase kuat dibandingkan daya dukung jual saham, sebuah ekspektasi teknikal yang mendorong tren kenaekan ihsg
ekspektasi: periode penguatan n koreksi turun seperti periode 2010-2012 lah yang menjadi ekspektasi sederhana tren penguatan @ ihsg, karna saat tren JENUH BELI terjadi, ternyata terjadi juga KOREKSI TURUN, tapi tidak berlebihan (bandingkan dengan periode 1, 2, n 3; periode A lebe bagus, ekspektasi gw periode A yang mungkin terjadi secara fundamental). ihsg 7K tampak, tapi hanya pada TREN KENAEKAN IHSG JANGKA PANJANG aza :)
🌷
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) masih berpeluang tembus lebih dari 7.000 dalam jangka panjang selama kondisi ekonomi berjalan kondusif. Penguatan harga saham dari emiten berkapitalisasi besar, serta penambahan emiten baru secara berkelanjutan turut menjadi penyokong utama kenaikan IHSG pada masa mendatang.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Alpino Kianjaya menyatakan, saat IHSG berada di level 5.000, banyak pihak yang belum meyakini indeks bursa di Indonesia akan naik berkelanjutan ke level 6.000. Namun realisasi yang ada menunjukkan, IHSG mampu tembus ke 6.000 dan potensi untuk naik lebih tinggi masih ada.
“Indeks bisa lebih dari 7.000, itu sah saja tapi baru akan terjadi long term ya. Intinya hal tersebut dapat terjadi selama ekonomi menunjang, kisaran 50 persen - 60 persen emiten membukukan kinerja yang baik, dan emiten baru terus bertambah,” ujar Alpino di Jakarta, Senin (6/11).
Dia mengungkapkan, sejauh ini IHSG sudah tumbuh lebih dari 13,9 persen secara year to date (YtD). Kenaikan indeks tersebut didorong penguatan harga saham dari 20 emiten dengan kapitalisasi pasar (market cap) yang besar.
BEI mencatat, selama 10 tahun terakhir ada 408 emiten yang memberikan capital gain berbanding harga saat penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). Sedangkan saat ini sudah ada 560 perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI.
Di tengah jual bersih investor asing yang mencapai Rp 23 triliun (Ytd), Alpino menegaskan, itu adalah nilai transaksi di pasar negoisasi. Kondisi yang terjadi sekarang tidak terlepas dari implementasi program amnesti pajak. Sebab, beberapa investor domestik yang investasinya dulu tercatat ke kategori investor asing, kini sudah mengubah pencatatan sahamnya menjadi lokal. Hal tersebut merupakan wujud transparansi investor di pasar modal.
“Penyelesaian pencatatan investasi yang terkait dengan amnesti pajak harus selesai pada Desember 2017, jadi itulah yang membuat dana yang sebelumnya tercatat asing menjadi domestik. Namun, tahun depan kami berkeyakinan, nominal net sell yang investor asing yang sebesar Rp 23 triliun sudah tidak kelihatan lagi,” tegas dia.
Sumber: Investor Daily
🍏
ID: Dua bulan lagi, kita memasuki tahun 2018. Semakin pendek rentang waktu, semakin sulit kita membuat prediksi. Tapi, buat prediksi harga saham, para pelaku pasar modal yakin, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan terus bergerak naik setelah pekan lalu menembus level psikologis 6.000.
Pada akhir tahun ini, indeks akan melewati 6.300 dan pada akhir 2018 menembus 7.000. Rekor baru indeks terjadi hari Rabu, 25 Oktober 2017. Hari itu, IHSG mencapai 6.025, naik 13,7% dibanding posisi akhir Desember 2016. Kapitalisasi pasar pada hari yang sama mencapai Rp 6.612 triliun. Sentimen positif sejak awal bulan mengerek naik indeks hingga beberapa kali mengukir rekor baru.
Banyak faktor yang membuat indeks bakal terus bergerak naik. Saat ini, ketika indeks sudah menembus 6.000, ada saham di sejumlah sektor yang masih undervalued. Ketika saham sektor lain terus mengukir rekor baru, saham sektor infrastruktur, konstruksi, properti, aneka industri, dan agribisnis justru menurun. Saham-saham yang mencatat kenaikan signfikan berasal dari sector pertambangan, industri dasar dan kimia, barang konsumsi, dan perbankan.
Meski 2018 adalah tahun politik, laju pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih baik dari tiga tahun terakhir. Belajar dari beberapa tahun terakhir, kualitas belanja pemerintah diperkirakan akan lebih baik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dibelanjakan dengan lebih tertib. Belanja modal akan diturunkan pada waktunya. Tidak menumpuk di dua bulan terakhir dan diparkir di perbankan.
Pekan lalu, Presiden Jokowi meminta para kepala daerah tingkat satu dan tingkat dua untuk berani belanja, tidak takut KPK. Yang takut KPK hanyalah mereka yang menilap uang rakyat. Dana pemprov dan pemkab seluruh Indonesia yag diparkir di bank daerah mencapai Rp 227 triliun. Tahun depan, pembangunan infrastrukur transportasi dan energi sudah mulai memberikan hasil. Banyak ruas jalan yang sudah berfungsi. Bandara dan pelabuhan baru mulai beroperasi. Pembangkit listrik baru sudah bisa beroperasi. Ini semua akan berdampak pada investasi dan kegiatan produksi. Dengan infrastruktur transportasi yang lebih baik, biaya distribusi akan lebih murah.
Sektor ritel yang tahun ini lesu akan mulai bangkit tahun depan. Masyarakat yang menahan belanja tahun ini akan kembali belanja. Perusahaan ritel yang melakukan diversifikasi ke ecommerce akan meraih peningkatan penjualan.
Bisnis properti yang dua tahun terakhir dilanda kelesuan diperkirakan bangkit tahun depan. Bangkitnya properti akan mendorong penjualan berbagai sektor. Lebih dari seratus subsektor akan terdongkrak penjualannya dengan bangkitnya properti. Penjualan semen, baja, keramik, granit, kaca, cat, mebel, misalnya, akan meningkat.
Dalam pada itu, ekonomi global mulai membaik. Krisis fiskal yang sejak sepuluh tahun lalu mendera negara maju, kini mulai membaik. Kondisi ini akan berdampak positif terhadap ekspor Indonesia. Surplus neraca perdagangan bakal membesar.
Dengan memperhitungkan berbagai faktor ini, tidak mustahil jika tahun depan, ekonomi Indonesia bisa bertumbuh di atas 5,4%. Sedang pada 2019, laju pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6%. Kegiatan politik justru menggairahkan perekonomian nasion Dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang masih US$ 3.600, peluang tumbuh ekonomi Indonesia sangat besar. Kekuatan permintaan penduduk Indonesia juga terlihat dari jumlah usia produktif yang mencapai 170 juta lebih atau 68% dari total penduduk.
Mereka adalah penduduk berusia 17-65 tahun yang memiliki kemampuan untuk bekerja dan mengonsumsi. Selain itu, banyak sektor usaha yang belum dibangun. Di bidang infrastruktur, misalnya, Indonesia jauh tertinggal. Industri manufaktur, industri dasar, dan industri barang modal masih minim.
Peluang usaha di bidang jasa juga masih terbuka lebar. Sebagai leading sector, harga saham akan terus bergerak naik tahun depan. Meski umumnya prospektif, pemodal hendaknya menghindari saham-saham yang sudah overvalued. Sedang untuk saham-saham yang masih undervalued, kini saatnya membeli. (*)
Comments
Post a Comment